Nov 7, 2013

another unspoken thing.

Ini bukan tentang pilihan mana yang baik, mana yang tidak. Ini tentang pilihan manakah yang benar-benar patut di cintai. Kita tidak akan membicarakan cinta, terlalu dalam dan terlalu luas cakupannya...Ini hanya sekedar uraian beberapa kata yang hendak dituangkan ke dalam sebuah cerita.

Kamu memang bukan orang pertama ataupun kedua yang datang dalam ruang itu. Namun kamu berhasil mendiami ruang itu untuk beberapa saat dengan caramu yang sederhana. Dan meninggalkan ruangan itu terbuka begitu saja, juga dengan caramu yang sederhana. Hebatnya lagi, kamu membiarkanku tetap membukanya tanpa pernah berniatan untuk menutupnya....iya, aku mengharapkan kamu kembali.
Tidak, aku tidak memintamu untuk kembali mendiami ruangan itu dan akupun tidak akan memaksamu untuk mendiaminya walaupun sebenarnya ada secercah angan seperti itu yang sempat terlintas dalam benakku...aku hanya memintamu kembali, dan menutup pintu yang kamu biarkan terbuka. Segala ruang yang dibuka, harusnya ditutup lagi bukan?

Dia datang, memasuki ruang yang kamu biarkan terbuka. Aku membiarkannya masuk dan diapun mengisinya, aku membiarkannya bermain dengan warna di dalamnya, dia memberikan berbagai macam warna terang....sampai akhirnya dia menjatuhkan warna hitam. Awalnya hanya setitik, lama-lama menyebar karna dia terlalu sering membuat cairan hitam. Aku tidak pernah suka hitam, namun aku bertahan dan mencoba membantunya memberikan berbagai warna terang seperti di awal.
Semakin kita bersama mencoba memberikan berbagai macam warna terang, semakin sering tetesan warna hitam jatuh dan dengan cepat mengotori. Aku tetap mencoba membiarkannya menyebar dan dengan perlahan menggantinya dengan warna lain, namun setiap orang memiliki titik jenuh. Aku memilih pergi dan mencoba mewarnai ruang lain, ruang yang tidak akan pernah aku biarkan ada setitik warna hitam.

Aku sedang tidak ingin terjebak di dalam suatu ruang fatamorgana, tempat segala siluet harapan tumbuh. Tidak, aku lelah dengan segala ruang...namun semesta dan waktu selalu saja, selalu memiliki cara tersendiri untuk membuat manusia berfikir keras...berfikir tentang apa yang seharusnya terjadi dan apa yang seharusnya dipilih

Kamu datang, aku tahu bukan untuk mendiami ruang itu hanya sebagai penghangat lara dan entahlah...mungkinkah untuk menutup pintu yang kamu biarkan terbuka? Jika iya, kamu tidak perlu untuk menutupnya...kamu membiarkannya terbuka dan orang lain telah menempatinya tanpa pernah ada niatan untuk keluar dari ruang itu, dia sangat suka bermain warna di dalamnya...Dia pun tidak sadar bahwa segala warna yang dituangkannya di dalam ruang itu hanyalah warna hitam.

Aku lelah, dan membiarkannya bermain warna sesukanya di dalam sana... Aku sudah berkali-kali mecoba menghentikannya untuk bermain warna, karna dia hanya memberikan setitik warna hitam dan setitik warna cerah di setiap waktunya...Namun dia menghalangiku untuk tidak mengganggu apa yang dilakukannya. Setiap kali aku memintanya untuk berhenti dan meninggalkan ruang fatamorgana yang sudah penuh dengan kesemuan, setiap itu juga dia memintaku untuk tetap membiarkannya memberikan warna pada ruang itu...tidak peduli dengan warna apa yang akan dia berikan yang jelas dia selalu memintaku untuk membiarkannya bermain warna dan.....aku selalu membiarkannya, selalu.

Kamu menghampiriku saat aku sedang diluar cakupan ruang semu, lagi-lagi memberikan warna. Kalian sama, sama-sama memberiku warna hanya saja dia memberikanku warna di dalam ruang fatamorgana, sedangkan kamu memberikanku warna diluar cakupan ruang itu. Aku semakin jauh dari cakupannya, semakin berada di luar garis batas yang tidak seharusnya. Semakin jauh, semakin mendekati cakupanmu.

Dia tersadar, aku tersadar, kamu pun (mungkin) tersadar. Dia sadar bahwa aku telah keluar melewati garis batas yang bukan "wilayah"ku. Dia segera menarikku dengan caranya kembali ke dalam ruang yang telah dia bersihkan dari segala warna. Ruang kosong, putih, dan menjauhkan segala yang berkaitan dengan warna hitam karna dia tahu aku tidak menginginkannya terulang lagi. Aku sadar aku melewati batasanku, aku harus kembali pada cakupanku...bukan cakupan dia ataupun cakupanmu. Aku memiliki ruang lingkupku sendiri, benar-benar bukan untuk kalian. Dan aku sadar, terlalu jauh untukku telah melewati garis batas dan hampir...hampir saja membuat tetesan hitam dalam ruangku, aku ingat bahwa kedatanganmu hanya untuk menutup pintu yang pernah kamu biarkan terbuka bukan untuk kembali mendiaminya. Mungkin kamupun sadar aku bahwa aku mengaharapkanmu kembali ke depan ruang itu...Namun, aku benar-benar tidak mengharapkanmu untuk mendiaminya aku hanya berharap kamu menutup pintu yang kamu biarkan terbuka. Karna aku tahu, kalaupun kamu kembali dan mendiami ruang itu, kamu hanya akan menambahkan berbagai titik warna hitam pada ruangan yang sudah aku bersihkan. Kita memang tidak diizinkan untuk menempati ruangan itu terlalu lama...

Aku kembali ke tengah, kembali ke cakupan yang hanya ada aku. Dan dia menarikku kembali ke cakupannya dan menjanjikan berbagai warna cerah, tidak akan lagi ada hitam...hanya ada abu-abu. Lalu apa bedanya? Namun, setidaknya dia memang ingin menarikku melihatnya merangkai warna-warna cerah bahkan mengajakku bermain warna bersamanya. Lalu, apakah kamu kembali ke cakupanmu? Atau mencoba menarikku dan membuat logika dan perasaanku beradu argumen? Entahlah.....aku hanya ingin menjalani apa yang seharusnya di jalani...
Selamat malam.

AZS

No comments:

Post a Comment